Tuesday, March 11, 2014

"The Death Match", Ketika Pertandingan Berujung Kematian

Judi Bola - IBU kota Ukraina, Kiev, lekat dengan sejarah kelam sepak bola, ”The Death Match”, pertandingan yang berakhir dengan kematian para mantan pemain sepak bola klub Dynamo dan Lokomotiv setelah menang atas tentara Nazi. Kisah yang masih terus diperdebatkan kebenarannya itu terus dikenang warga Ukraina.

Stadion Start, lokasi pertandingan itu, sangat tak terawat, jauh berbeda dengan Olympic Stadium di kota yang sama, yang mampu menampung 60.000 penonton, di mana dua tim terbaik akan berlaga di final Piala Eropa 2012. Namun, 70 tahun yang lalu, stadion itu menjadi saksi bisu kejadian yang menggores luka di hati warga Ukraina hingga kini.

Cerita berawal saat mantan kiper Dynamo, Nikolai Trusevich, mulai bekerja di Kiev Bakery setelah dikeluarkan dari penjara saat Ukraina diduduki pasukan Jerman. Atas dorongan atasannya, Trusevich mengumpulkan kawan-kawannya untuk bertanding di liga yang diselenggarakan pihak penjajah.

Para mantan pemain Dynamo dan Lokomotiv itu menamakan diri mereka Start FC dan selalu menang dalam enam laga. Sampai mereka unggul 5-1 saat berhadapan dengan FlakElf XI, yang berisi para pilot dan tentara Nazi Jerman pada 6 agustus 1942 di Zenit Stadium. Hal itu membuat otoritas Jerman gerah. Mereka merancang pertandingan ulang tiga hari setelahnya, 9 Agustus 1942.

Lagi-lagi Start unggul 5-3 dalam pertandingan yang dijaga ketat polisi dan tentara Jerman. Sebelumnya, berkembang kabar bahwa pihak Jerman sempat memperingatkan pemain Start untuk tidak menang, kalau tidak mau menerima konsekuensinya.

Namun, sejarah menjadi berbeda setelah peluit akhir pertandingan ditiup. Uni Soviet memproduksi dua film berdasarkan kisah itu sebagai propaganda. Berdasarkan versi mereka, 11 pemain Start ditangkap, empat di antaranya dieksekusi seusai pertandingan dan tewas masih dengan kostum merah mereka.

Beberapa pihak belakangan membantah hal itu. Memang ada empat pemain Start yang tewas, yaitu Nikolao Korotkikh, Ivan Kuzmenko, Alexei Klimenko, dan Nikolai Trusevich. Namun, mereka ditangkap beberapa hari setelah pertandingan itu karena dituduh menjadi intelijen kepolisian Uni Soviet, Narodnyy Komissariat Vnutrennikh Del (NKVD). ”Mereka adalah korban dari pembantaian massal, seperti penduduk lain pada umumnya,” kata Makar Goncharenko, mantan pemain Start FC yang masih hidup.

a288bet.com

Friday, November 1, 2013

Gol Bersejarah

a288bet.com - Gelombang manusia, Mexican wave, gegap gempita saat gol kedua yang dicetak Rudi Voeller tercipta. Penyerang Jerman itu memborong gol yang membuat Spanyol takluk dengan skor 2-0. Laga Piala Eropa 1988 tersebut memastikan Spanyol terdepak dari Grup A.

Gol berawal ketika pemain berbakat Jerman, Lothar Matthaeus, berlari kencang menggiring bola dari garis tengah lapangan. Matthaeus sebenarnya sempat didorong pemain Spanyol, tetapi ia bergeming dan bersikap sportif dengan terus melaju.

Di kotak penalti, dua pemain tim ”Matador” menghadang. Matthaeus bergerak seolah akan terus menerjang ketika, tiba-tiba, ia menendang dengan tumitnya. Lawan-lawan pun terkecoh. Di belakang Matthaeus, Voeller dengan sigap menyambut operan.

Dengan akurat ia menembak ke pojok kanan gawang tanpa bisa dihalau kiper Spanyol, Andoni Zubizarreta. Jerman yang saat itu dilatih pemain legendaris mereka, ”Der Kaiser” Franz Beckenbauer, memastikan lolos dari babak penyisihan grup dan menghadapi Belanda.

Sebelumnya, Voeller menyumbangkan gol pertama yang tak kalah hebat. Ia melepaskan tendangan jarak jauh, dari dekat batas kotak penalti di hadapan tiga pemain lawan. Voeller merayakan gol seusai menjebol gawang Spanyol dengan mengepalkan kedua tangan sambil berlari.

Sayang, tim ”Panser” harus menyerah kepada Belanda, 1-2, dalam babak semifinal. Meski tak menjadi juara Eropa 1988, Beckenbauer masih dipertahankan untuk melatih Jerman. Demikian pula dengan Voeller dan Matthaeus yang tetap bermain.

Keputusan yang tepat karena dua tahun kemudian tim ”Die Mannschaft” menjuarai turnamen sepak bola terbesar. Dalam Piala Dunia 1990 di Italia itu, Jerman melaju ke final dan mengalahkan juara sebelumnya, Argentina.

Artikel ini dipersembahkan oleh a288bet.com, situs agen bola, judi bol dan taruhan bola online terpercaya

"Si Telinga Besar", Dikecup dan Diangkat ke Udara


a288bet.com -  Siapa yang akan mengangkat "Si Telinga Besar" musim ini? Kapten Philipp Lahm atau Frank Lampard yang akan menggantikan John Terry?

Jutaan pasang mata di seluruh dunia akan menyaksikan laga bergengsi yang digelar di Fussball Arena, Sabtu (19/5/2012), ini. Dan mereka juga akan menyaksikan tim mana yang berhak bersorak dan bermandikan sampanye lalu memberikan kecupan di permukaan putih peraknya dan mengangkatnya ke udara tinggi-tinggi.

Trofi Liga Champions yang dikenal dengan "The Big Ears" atau "Si Telinga Besar" sudah bergengsi dari awal kelahirannya. Walaupun dari awal telinganya, sebutan untuk dua pegangan pada trofi, tidak besar seperti desain trofi yang sekarang, namun hakekatnya tetaplah impian yang terus diperebutkan oleh klub-klub besar di Eropa.

Desain dengan dua telinga sempat menimbulkan pertanyaan. Namun, para pencetus lahirnya trofi dengan kuping memperkirakan UEFA memilihnya agar para pemenang bisa dengan mudah mengangkatnya ke udara dengan dua tangan.

Metamorfosis kuping

Trofi dengan kuping kecil menjadi milik Real Madrid setelah memenangi kompetisi ini pada tahun 1966. UEFA memberikan izin kepada klub raksasa Spanyol itu untuk menyimpan trofi aslinya.

Lalu, Sekretaris Jenderal UEFA saat itu, Hans Bangerter memutuskan untuk menciptakan desain baru hingga kemudian memanggil spesialis perak lokal di Berne, Jurg Stadelmann. Stadelmann ingat benar proses pembuatan trofi dengan desain baru itu berlangsung.

"Ayah saya, Hans, dan saya pergi ke kantor Herr Bangerter dan memeuhi lantai dengan gambar (desain). Dia (Bangerter) lalu memberikan komentar seperti 'Orang Bulgaria akan menyukai bagian bawah seperti ini. Orang Spanyol akan menyukainya, namun orang Italia lebih menyukai seperti itu dan orang Jerman akan lebih suka yang ini.'," ungkapnya seperti dilansir dari situs resmi UEFA.

"Kami mendesainnya bersama-sama seperti menyusun puzzle. Ini merupakan desain yang mengelaborasi banyak pihak yang saya sukai sebelumnya dan saya berpikir setiap orang di sepak bola akan menyukainya pula," tuturnya kemudian.

Stadelmann mengatakan bahwa trofi desain baru itu dibuat hanya dalam waktu 340 jam. Dia bertugas untuk menghaluskan permukaan hingga kemudian tahap akhirnya diselesaikan oleh Fredd Banninger dengan ukirannya.
Trofi, lanjutnya, kemudian dibawa ke Los Angeles. Dalam perjalanan sepuluh hari dengan kapal, Stadelmann mengajak istrinya.

"Tepat waktu, saya senang mengungkapkannya," ucapnya.

Untuk pertama kalinya, desain baru pertama kalinya berhak diraih oleh Glasgow Celtic. Namun, bukan berarti trofi pertama yang dibuat Stadelmann juga yang akan diperebutkan oleh Chelsea dan Bayern Muenchen dalam laga malam nanti.

Saat ini, trofi yang diperebutkan adalah edisi keenam dari "The Big Ears". Beratnya 8,5 kilogram dan tingginya 73,5 sentimeter. Trofi ini merupakan impian semua pemain klub dan simbol dari bisnis jutaan dolar milik UEFA.

Sumber: Kompas.com

Artikel ini dipersembahkan oleh a288bet.com, situs bandar bola, judi bola online terpercaya indonesia.


Ribut Waidi, Legenda Pengharum Nama Bangsa

ribut waidi

a288bet.com - Malam itu, 20 September 1987, papan skor di Stadion Senayan masih menunjukkan angka 0-0 hingga menit ke-90. Di dalam stadion yang terletak di jantung kota Jakarta tersebut, 22 penggawa Indonesia dan Malaysia "bertarung" sengit untuk menorehkan nama negaranya di partai puncak cabang sepak bola SEA Games. Ratusan ribu penonton pun berharap cemas dapat menjadi saksi mata torehan kisah emas sepak bola Indonesia.

Peluit panjang wasit ditiup pada menit ke-90+2. Laga kemudian dilanjutkan dengan babak tambahan. Menit ke-105, menyisir dari sayap kanan dengan ditempel satu bek Malaysia, gelandang Ribut Waidi menggiring bola dengan lincah. Lepas dari kawalan, pemain lincah berambut ikal itu kemudian melepaskan tembakan mendatar ke gawang Malaysia. Gol! Sontak histeria 120.000 pendukung yang memadati Stadion Senayan serta jutaan penonton televisi nasional tumpah ruah.

Gol dari kaki Ribut itu akhirnya mampu memberikan medali emas pertama bagi Indonesia di ajang SEA Games. Ribut kemudian diarak mengelilingi lapangan oleh penggawa timnas lainnya. Saat lagu "Indonesia Raya" dikumandangkan di lapangan, hanya satu yang ia rasakan, yaitu rasa bangga luar biasa karena dapat mengharumkan bangsa melalui sepak bola.

Apalagi, kemenangan itu terasa sangat manis karena Indonesia akhirnya sukses di bawah bayang-bayang pahit SEA Games 1979. Saat itu, di stadion, bulan, dan lawan yang sama pada final SEA Games, Indonesia diempaskan Malaysia 0-2 pada 30 September 1979. Memang, jika bertemu tim asal negeri jiran tersebut, pertandingan bukan lagi sekadar laga biasa, melainkan pertaruhan harga diri bangsa.

"Waktu itu jalannya pertandingan memang sangat menegangkan. Yang lebih menegangkan lagi, gol itu terjadi pada menit ke-15, perpanjangan waktu. Meski saya anak ndeso, saya sudah ikut memberikan yang terbaik bagi bangsa ini melalui sepak bola," kenang Ribut atas golnya tersebut.

Anak desa menjadi legenda

Melihat sepenggal kisah tersebut, Ribut Waidi memang pantas dikenang sebagai legenda sepak bola Indonesia. Lahir di Pati, Jawa Tengah, 5 Desember 1962, Ribut sejak kecil memang mengidolakan sepak bola. Karena kecintaannya terhadap sepak bola itulah, ia akhirnya memutuskan untuk serius menggeluti dunia tersebut.

Ribut mengawali karier sebagai pesepak bola bersama PS Sukun Kudus pada 1976 hingga 1980. Setelah itu, gelandang bertubuh kecil kurus itu melanjutkan petualangannya bersama Persiku Kudus (1980), PS Kuda Laut Pertamina Semarang (1981-1984), dan PSIS Semarang (1984-1992). Pada era 1980-an, bersama PSIS, karier Ribut pun melesat di Tanah Air.

Pada 1987, nama Ribut seketika melambung, setelah sukses mengantarkan "Mahesa Jenar"—julukan PSIS—menjadi juara Liga Perserikatan seusai menaklukkan Persebaya Surabaya dalam partai final yang digelar di Stadion Senayan. Ia tampil sangat cemerlang dan gigih dalam laga itu. Meski gol tunggal kemenangan PSIS dicetak oleh Tugiman, Ribut berhasil mencatatkan namanya sebagai pemain terbaik dalam laga tersebut.

Berkat kesuksesannya itu, perjalanan Ribut berlanjut ke level lebih tinggi bersama timnas Indonesia. Ketika itu, timnas "Garuda" memang sedang membangun proyek besar untuk membangun tim untuk kejuaraan internasional. Bagaimana tidak, sebelumnya Indonesia selalu mengalami kegagalan di level Asia Tenggara. Bahkan, di laga terakhirnya, Indonesia dibantai Thailand 0-7 pada final SEA Games 1985.

Sosok di balik kesuksesan itu memang tak lepas juga dari andil Pelatih Bertje Matulapelwa. Mendiang yang dijuluki "Sang Pendeta" itu mampu menyatukan sejumlah pemain Galatama dan Perserikatan, yang ketika itu dirumorkan tidak akur. Talenta berbakat dari Perserikatan, di antaranya Ribut, Robby Darwis, dan Budi Wahyono, dipadukan dengan pemain dari Galatama, seperti Ricky Yakobi dan Nasrul Koto.

Walhasil, tim itu meraih kesuksesan pertamanya saat mampu menjuarai Piala Kemerdekaan III setelah mengalahkan Aljazair XI 2-1 pada 1987. Timnas unggul lebih dulu berkat gol Ricky Yakobi pada menit ke-26. Namun, satu menit menjelang akhir pertandingan, Aljazair berhasil membalas melalui Amar Kabrane. Laga dilanjutkan ke babak tambahan. Dan, dari kaki Ribut pada menit ke-103, Indonesia akhirnya mampu menjuarai turnamen tersebut.

Kepahlawanan Ribut kemudian berlanjut di ajang yang lebih bergengsi, yakni SEA Games 1987. Gol tunggalnya di partai puncak tidak hanya mengantarkan Indonesia berhasil meraih medali emas pertamanya. Namun, Indonesia yang sebelumnya hanya menjadi juru kunci di kualifikasi Olimpiade 1988, di bawah Jepang dan Singapura, mampu unjuk gigi kepada dunia!

Gol itu tidak hanya menciptakan sejarah manis bagi sepak bola Indonesia, tetapi juga menjadi kenangan indah bagi Ribut secara pribadi. Bahkan, tak tanggung-tanggung, Pemerintah Kota Semarang sempat mendirikan patung Ribut Waidi yang sedang menggiring bola di Jalan Karang Rejo, Semarang. Setelah pensiun dari sepak bola, Ribut bekerja sebagai karyawan PT Pertamina. Namun, kecintaannya terhadap sepak bola tak luntur karena beberapa kali dia bermain di sejumlah turnamen di kota-kota kecil di pantura.

Suri teladan

Minggu (3/6/2012), Ribut (49) berpulang kepada Yang Mahakuasa karena penyakit jantung yang dideritanya. Jutaan pencinta sepak bola berduka ditinggal sang legenda. Memang, tak seorang pun pencinta sepak bola Tanah Air boleh melupakan jasa-jasa salah seorang pahlawan sepak bola Indonesia ini dalam mengharumkan nama bangsa.

Bahkan, melihat perjuangannya itu, rasanya pantas jika Ribut dijadikan contoh bagi sejumlah pesepak bola nasional saat ini. Apalagi, sekarang ini, di lingkup ASEAN saja, timnas Indonesia tidak menjadi tim yang patut disegani. Sejak emas terakhir SEA Games 1992, kegagalan kerap menghampiri skuad "Garuda". Tak ada lagi sebutan "Macan Asia" bagi timnas Indonesia terpampang di media nasional dewasa ini.

Karena hal itulah, keseriusan dan semangat nasionalisme yang dimiliki sejumlah pemain dan pengurus sepak bola Indonesia sangat wajar dipertanyakan. Perseteruan pengurus dan klub yang berimbas kepada sejumlah pemain terus menambah panjang rentetan masalah yang tak kunjung usai. Muara persoalan itu sudah dapat ditebak, yaitu menjadikan prestasi timnas mati suri.

Memang saat ini kondisinya sangat jauh berbeda. Sekarang sepak bola dapat menjadi ladang pekerjaan menjanjikan dengan keuntungan yang sangat menggiurkan. Akan tetapi, motivasi pada zaman Ribut, pemain tak pernah memikirkan materi, tetapi hanya untuk membawa Indonesia dapat disegani di tingkat Asia dan dunia. Itu yang tak pernah ditiru.

Kini, meskipun engkau sudah tiada, torehan emasmu akan tetap kekal di atas rumput Stadion Gelora Bung Karno dan benak jutaan rakyat Indonesia. Semoga kebesaran dan kenangan indah yang ditorehkan 2,5 dekade silam itu dapat selalu menjadi teladan bagi penggawa timnas dan pengurus sepak bola yang tengah berseteru.

Sumber: Kompas.com

Artikel ini dipersembahkan oleh a288bet.com, situs taruhan bola online terpercaya indonesia


Monday, October 28, 2013

Verbeek Jadi Pelatih Baru Nuremberg

a288bet.comVe Nuremberg ' punya pelatih baru setelah memecat Michael Wiesinger . Die Legende dipercayakan kepada mantan arsitek AZ Alkmaar Gertjan Verbeek .

Wiesinger dipecat awal bulan ini . Dia telah dihapus karena hasil buruk yang diperoleh tim Bundesliga terus sampai minggu kedelapan . Nuremberg masih terpuruk di klasemen menjadi 16.

Untuk mengisi posisi yang ditinggalkan Wiesinger , Nuremberg menunjuk Verbeek . Verbeek dikontrak sampai Juni 2015 dan akan dibantu oleh Raymond Libregts sebagai asisten .

" Saya senang bisa bekerja di sini . Ada tradisi besar di Nuremberg , di sebuah klub bersejarah," kata Verbeek , yang mengatakan kepada Sky Sports .

" Saya pertama kali berbicara dengan tim pelatih hari ini. Kami segera mengalihkan fokus ke Stuttgart ( yang akan menghadapi Nuremberg akhir pekan ini ) , " katanya .

" Target musim ini adalah untuk menjauhkan diri dari posisi bawah meja , " kata pelatih asal Belanda.

Ini adalah pertama kalinya di luar pelatih Verbeek Belanda . Dia telah melatih Heracles Almelo pengalaman, Heerenveen , Feyenoord , AZ dan terakhir . Ia dipecat pada akhir September AZ .

Artikel ini dipersembahkan oleh a288bet.com, situs agen bola dan taruhan bola online terbaik Indonesia.

Goetze Mulai 'Panas' Lagi

a288bet.com - Nama Mario Goetze kurang terdengar karena ia resmi menjadi pemain Bayern Munich tim ditangani Pep Guardiola . Perlahan-lahan ia ingin mengingatkan Pep bahwa dirinya layak dimainkan .

Penggemar Bayern juga tampaknya telah merasakan kehadiran Goetze , yang membuat dua kontroversi yang dikaitkan dengan kepindahannya dari Borussia Dortmund pada akhir musim lalu . Selain waktu transfer disebut-sebut " tidak etis " , karena menjelang pertarungan dua rival di babak final Liga Champions , ia juga telah membuat malu pejabat Bayern dalam konferensi pers pertamanya di Allianz Arena . Ia tampak santai dengan mengenakan kaus dengan logo besar Nike , sementara sponsor utama Bayern adalah Adidas .

Goetze pada awal musim hanya bermain tiga kali . Ia menjadi starter melawan Nuernberg dan Freiburg , tapi ditarik keluar setelah satu jam . Ia juga di turunkan dalam pertandingan Piala Super Eropa melawan Chelsea , tapi di pertengahan babak kedua. Dari sana ia mendapat cedera dan melewatkan seluruh bulan September.

Goetze kembali pada 2 Oktober saat Bayern menang 3-1 atas Manchester City di Liga Champions . Dia baru bermain di 84 menit . Pada pertandingan berikutnya ia hanya bermain di menit terakhir melawan Bayer Leverkusen .

Pemain21-tahun itu tetap dipanggil oleh tim nasional Jerman untuk menyelesaikan kualifikasi Piala Dunia 2014 . Tapi dia tidak menjadi starter .Saat melawan Republik Irlandia ia hanya main tujuh menit .

Selanjutnya melawan Swedia , Goetze bermain sebelumnya , tepatnya setelah istirahat . Di sana ia bermain bagus , mencetak satu gol plus satu assist.

Setelah tampil impresif di tim nasional Jerman , Guardiola kemudian mencoba Goetze sejak awal babak kedua melawan Mainz dua minggu lalu , dan ia membuat dua assist !

Tadi malam ( 22/10/2013 ) merupakan "puncak " Goetze pada pertandingan awal karirnya di Bayern . Meski tetap tak starter - sebuah drama baru di 63 menit - ia menorehkan catatan yang sangat baik . Hanya satu menit di lapangan , ia memberikan assist bagi gol Bastian Schweinsteiger . Sebagai penutup, Goetze mendapatkan gol pertamanya untuk Die Roten di injury time - dan Bayern menang 5-0 atas Viktoria Plzen di Liga Champions .

" Dia pemain hebat . Dia pintar dan cerdas dalam kotak penalti . Dia hanya perlu waktu , tapi dia sudah di jalur yang benar . Dia perlu beberapa pertandingan untuk sampai ke permainan terbaik , " kata Guardiola beberapa waktu lalu .

Artikel ini dpersembahkan oleh a288bet.com, situs bandar bola dan agen bola terbaik terpercaya Indonesia.

Gara-gara Penalti, Masa Depan Robben di Bayern Terancam?

dewasbo.net - agen bola terpercaya
Insiden Penalti melibatkan Arjen Robben dikabarkan mengganggu hubungannya dengan Pep Guardiola . Ini mungkin mempengaruhi kelanjutan karirnya di Bayern Munich .

Masalah ini dimulai di Bundesliga akhir pekan lalu . Dalam pertandingan melawan Mainz , Bayern mendapat hadiah penalti .

Robben telah siap untuk pergi sebagai eksekutor . Tapi ia kemudian harus mundur karena Guardiola menginstruksikan Thomas Mueller sebagai algojo .

Empat hari kemudian , dalam pertandingan Liga Champions melawan Viktoria Plzen , Bayern mendapat penalti . Tapi Robben menolak untuk mengeksekusi meskipun Guardiola telah meminta dia untuk menjadi penendang .

Setelah pertandingan , ia mengungkapkan alasan di balik penolakan Robben . Dia masih marah dengan insiden penalti di laga melawan Mainz .

Serangkaian insiden kemudian dikabarkan berdampak pada  kelanjutan masa depan Robben di Allianz Arena . Menurut surat kabar Bild dan dilansir ESPN , Robben , yang kontraknya habis pada tahun 2015 belum mendapatkan klub untuk pendekatan kontrak baru .

Robben telah bermain 14 kali untuk Bayern di semua kompetisi musim ini . Dari 14 penampilan , pemain sayap 29 tahun mencetak delapan pack.